Pembajakan Buku: Merenggut Nyawa Penulis dan Penerbit!

 

(Sumber: Salsabila Az Zahra) 

JAKARTA, ABISATYA NEWS --- Membaca adalah kegiatan lumrah yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Dengan membaca, ada banyak hal yang dapat diperoleh. Bahkan, kini banyak sekolah yang menerapkan program wajib literasi dan membuat ringkasan dari buku yang telah mereka baca. Namun, tahukah kalian bahwa saat ini semakin marak buku bajakan yang beredar dan merugikan penulis?

Pembajakan buku merupakan rantai kejahatan serius yang masih berlanjut hingga sekarang. Meski terdapat Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, ironisnya banyak orang yang tutup mata dengan tindakan ini. Perlindungan hukum lemah, konsumen abai, produsen menghalalkan segala cara demi mencari keuntungan. Bahkan, pembajakan buku telah menjadi industri ilegal yang merajalela di Indonesia. 

PRODUSEN DAN KONSUMEN: 

Dalam pembajakan buku fisik, biasanya produsen (pelaku bajakan) akan membeli 1 buku orisinal, kemudian buku tersebut dicetak dengan kertas kualitas rendah dan diedarkan dalam jumlah banyak. Buku bajakan dijual dengan harga murah karena bahan kertas buram dan cetakannya tidak tebal. Dalam penjualan buku, penulis beserta pihak yang terlibat dalam proses naik cetak buku tidak diuntungkan sepersen pun, karena produsen (pelaku bajakan) mencetak, mengedarkan, menjual, untuk kepentingannya sendiri. Mereka bahkan tak perlu membayar pajak PPh.

Konsumen buku bajakan di antaranya adalah orang awam yang tidak bisa membedakan mana buku asli dan bajakan. Namun, mirisnya konsumen yang lebih dominan adalah orang-orang yang ingin membaca, tapi enggan membeli buku orisinal dengan dalih mahal, hanya untuk keperluan sekali pakai, dan lain sebagainya. Mereka lebih memilih buku bajakan karena akan mendapatkan isi yang sama meski harga dan kualitasnya jauh berbeda

KERUGIAN DALAM PEMBAJAKAN BUKU: 

Setiap penjualan buku yang hilang akibat pembajakan, penulis tidak akan mendapatkan royalti. Upah yang seharusnya diterima karena telah meluangan waktu dan tenaga untuk menulis tidak dibayar. Dengan membeli buku bajakan, sama saja tidak menghargai penulis yang telah bekerja keras untuk berpikir. 

Di sisi lain, penerbit juga mengalami kerugian finansial. Editor, desain cover, dan pihak lain yang bersangkutan kehilangan royalti yang telah menjadi haknya. Harga penjualan buku pun dapat turun jika konsumen lebih memilih untuk beli buku bajakan. Biaya produksi buku yang dikeluarkan bisa saja tidak tertutup ketika pemasukan yang dihasilkan penerbit rendah akibat adanya buku bajakan. 

Tak hanya itu, baik penulis maupun penerbit akan mendapat reputasi buruk di mata pembaca yang tidak bisa membedakan buku orisinal dan bajakan. Karena buku bajakan mempunyai kualitas buruk dari segi isi dan fisik. Mereka bisa berasumsi bahwa semua buku yang dijual di toko buku memiliki kualitas sama. 

CIRI-CIRI BUKU BAJAKAN: 

Ada beberapa ciri khas yang menonjol dalam buku bajakan. Antara lain: 

1. Kualitas sangat buruk. Kertas buram, hasil cetakan tidak terang, ada bercak-bercak. Bau tinta menyengat, beracun. Jika membandingan buku orisinal dan bajakan, bedanya akan terlihat signifikan. Bandingkan saja  buku-buku milik kalian dengan koleksi teman, atau koleksi perpustakaan. 

2. Dijual di toko buku bajakan dengan harga Rp20.000 hingga Rp40.000. Beberapa toko penjual buku bajakan ada yang menjual dengan harga buku orisinal padahal bukunya bajakan. 

3. Buku bajakan dijual bebas di berbagai marketplace. Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada, TikTok Shop, dan lain-lain. Termasuk saat pameran buku yang diadakan di beberapa kota, atau di bursa buku, buku bajakan juga banyak dijual. 

(Perbedaan toko buku di marketplace Shopee) 

PENANGANAN BUKU BAJAKAN: 

Penerbit sudah melaporkan buku bajakan kepada aparat penegak hukum. Namun, tidak pernah ada langkah serius untuk memberantas tuntas masalah ini. Para penulis sering mengirimkan protes soal buku bajakan kepada marketplace, mirisnya tidak selalu ditindaklanjuti. 

Oleh karena itu, para konsumen atau pembaca diharapkan lebih bijak dalam membeli buku. Ada beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah pertumbuhan buku bajakan, antara lain: Menabung untuk membeli buku orisinal, meminjam buku kepada teman, meminjam buku di perpustakaan, atau baca di ipusnas (aplikasi online Perpustakaan Indonesia). 

"Buku bajakan sangat merugikan penulis dan penerbit. Terkhususnya penulis yang hanya mendapat royalti sebesar 10 -15% dari harga jual bersih buku. Menurut saya, daripada membeli buku bajakan yang merugikan banyak pihak lebih baik membaca buku di Gramedia Digital yang harganya lebih terjangkau," tutur Sherinauci, penulis buku Vana dan Shila. 

"Sebagai pekerja di penerbit, saya merasa sedih dengan adanya pembajakan buku. Proses pembuatan buku melibatkan banyak orang, mulai dari penulis, editor, dan layouter, hingga kurir yang mendistribusikan buku ke seluruh Indonesia, serta tim packaging. Pembajakan buku tidak hanya merugikan penulis, tetapi juga mengancam keberlangsungan industri penerbitan, yang sangat bergantung pada pengakuan dan imbalan atas karya mereka," ujar Dinda Djohani, penata letak dan konten kreator penerbit Gagasmedia. 

Penulis: Salsabila Az Zahra 





Post a Comment

Previous Post Next Post