Menuju Anugerah Sastra dan Kebudayaan: Penghormatan Kepada Taufiq Ismail

ABISATYA NEWS -- Acara yang diadakan di Pusat Kesenian Jakarta bertujuan untuk memberikan penghargaan kepada Taufiq Ismail, seorang penyair besar yang telah memberikan sumbangsih luar biasa dalam dunia sastra Indonesia.

Karya-karyanya menggambarkan perubahan sosial dan politik, serta menjadi saksi sejarah Indonesia. Dengan gaya bahasa yang sederhana namun dalam, Taufiq Ismail berhasil menyentuh banyak orang. Diskusi ini diharapkan dapat memperkenalkan lebih banyak penyair muda kepada publik dan menghidupkan kembali apresiasi terhadap karya sastra Indonesia.

Sutardji Calzoum Bachri hadir sebagai pembicara utama yang membahas mengenai Taufiq Ismail dalam perspektifnya. Sutardji menjelaskan bahwa pertemuannya dengan Taufiq Ismail sudah berlangsung lama, bahkan ketika mereka aktif dalam pergerakan mahasiswa di Bandung. Pada waktu itu, Taufiq menggunakan nama samaran Nur Fajar dalam karya-karyanya.

Taufiq Ismail dikenal sebagai penyair yang menggunakan kata-kata sederhana namun penuh makna. Karya-karyanya, seperti dalam Tirani dan Benteng, seringkali menggambarkan perjuangan rakyat dan kehidupan sosial yang penuh tantangan. Melalui puisinya, ia mampu menyampaikan pesan mendalam tentang keadilan, kemanusiaan, dan perubahan sosial.

Taufiq juga dikenal sebagai saksi berbagai era politik di Indonesia, di mana ia menggunakan sastra sebagai medium untuk melawan ketidakadilan dan menyuarakan suara rakyat. Dalam paparannya, Sutardji menyebutkan bahwa Taufiq Ismail bukan sekadar seorang penyair, tetapi juga seorang saksi sejarah. Taufiq menulis puisi yang memotret perjuangan mahasiswa melawan rezim otoriter di Indonesia.

Fadli Zon, yang juga hadir sebagai pembicara, memberikan pandangannya tentang Taufiq Ismail. Ia menyebut Taufiq sebagai sosok penyair yang melintasi tiga zaman, mulai dari masa penjajahan Belanda, Orde Lama, hingga Orde Baru. Karya-karya Taufiq, menurut Fadli Zon, adalah saksi bisu dari berbagai perubahan sosial, budaya, dan politik yang terjadi di Indonesia.

PUISI TAUFIQ ISMAIL BANYAK MENJADI SAKSI TENTANG SITUASI APAPUN

            Puisi-puisi Taufiq Ismail tak hanya menjadi saksi tentang situasi sosial-politik Indonesia, ia juga berbicara tentang banyak tema lain, yaitu cinta, alam, kemanusiaan, agama, dan Tuhan. Taufiq menulis cerpen, drama, dan esai serta koloi dengan landscape tema yang cukup melimpah dan beragam. Ia menerjeahkan puisi, cerpen, dan buku Islam.

            Penyair ini menuliskan kengeriannya terhadap korban adiksi narkotika, yang membunuh 40 nyawa setiap hari, sedangkan asap rokok membantai 1.140 orang setiap hari di Indonesia (tertinggi ketiga di dunia), 2.500 persen lebih berbahaya ketimbang narkoba. Dia gigih mengutip angka-angka mengerikan ini dalam puisi-puisinya, tapi selalu dengan sentuhan jenaka.

            Ada karya populernya di internet tentang begitu banyaknya kematian karena asap rokok tapi begitu banyak pula fanatikus tertipu yang menyembah batang rokok dalam puisi panjangnya berjudul “Tuhan Sembilan Senti.” Yang di sana-sini tetap ada kelucuan suasananya.

            Dalam pandangan Fadli Zon, Taufiq Ismail adalah penyair yang tak hanya aktif menulis, tetapi juga terlibat dalam perjuangan politik. Ia memimpin gerakan mahasiswa yang menentang rezim otoriter pada masanya. Beberapa puisi terkenal dari Taufiq yang masih dikenang hingga saat ini adalah Mimbar, Sebuah Jaket Berlumur Darah, dan Seorang Tiang Rambutan pada Istrinya, yang menggambarkan realitas sosial dan politik pada saat itu.

Fadli Zon juga mengenang masa kecil Taufiq Ismail yang menyaksikan desanya di Pandai Sikek, Sumatera Barat, dibakar oleh penjajah Belanda. Peristiwa tersebut memberikan pengaruh mendalam terhadap karya-karya Taufiq di masa mendatang. Melalui pengalaman hidupnya, Taufiq mampu menghadirkan puisi yang merefleksikan penderitaan rakyat, tetapi dengan cara yang tetap indah dan menyentuh.

Penulis: Annisa Naysilla Pramesta Putri

Post a Comment

Previous Post Next Post