ABISATYA NEWS - Di bawah bayang kolong Fly Over Jalan Arif Rahman Hakim, Depok, ada getaran seni yang menyatu dalam acara bertajuk “Nyanyian Kebangsaan.” Diinisiasi oleh Koloni Seniman Ngopi Semeja, acara ini tidak hanya menyuguhkan hiburan, tetapi juga menyelipkan nilai-nilai kebangsaan yang mendalam melalui karya tiga musisi besar Indonesia: Gombloh, Leo Kristi, dan Franky Sahilatua. Pilihan lokasi yang tidak biasa ini menjadi simbol bahwa seni tak perlu panggung megah untuk menggetarkan jiwa, cukup ruang yang sederhana namun penuh makna.
Koloni Seniman Ngopi Semeja memilih lagu-lagu ketiga musisi asal Surabaya ini dengan alasan kuat: karya mereka sarat dengan pesan kebangsaan dan nasionalisme yang masih relevan dengan kondisi saat ini. Lagu-lagu seperti "Berita Cuaca" hingga "Kebyar-Kebyar" menggugah semangat dan kesadaran nasional bagi setiap orang yang mendengarnya. Ketua pelaksana acara, Jimmy, menyatakan bahwa pilihan tempat di bawah flyover adalah bagian dari semangat kontramainstream, membawa seni ke ruang-ruang publik yang sering kali terpinggirkan, namun justru menjadi ruang ekspresi bebas.
Tidak hanya musisi senior, acara ini juga memberi ruang bagi mahasiswa baru dari Politeknik Negeri Jakarta, khususnya dari jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan. Mahasiswa kelas Penerbitan 1A hingga 1E menampilkan karya-karya terbaik Gombloh, Franky Sahilatua, dan Leo Kristi. Dari puisi hingga flashmob, semua dipersembahkan dengan semangat kebersamaan. Ini menjadi momen penting bagi para mahasiswa untuk mengekspresikan diri di panggung yang tak biasa, sekaligus merasakan pengalaman kolaborasi lintas generasi dalam dunia seni.
Konsep acara yang unik ini juga menarik perhatian masyarakat sekitar. Di bawah jembatan, yang biasanya hanya dilewati kendaraan, tiba-tiba menjadi panggung seni yang hidup. Suasana semakin meriah dengan hadirnya seniman-seniman independen yang turut berpartisipasi membawakan lagu-lagu penuh makna kebangsaan. Dari “Hong Wilaheng” hingga “Nyanyian Nelayan,” setiap lirik yang disuarakan mencerminkan kepekaan terhadap kondisi sosial dan politik di Indonesia. Ini bukan sekadar hiburan, melainkan sebuah bentuk refleksi atas perjalanan bangsa melalui musik dan puisi.
Selain penampilan musik dan puisi, acara ini juga diisi oleh diskusi dari dua seniman kenamaan, Arief Joko Wicaksono dan Embie C. Noer. Mereka memaparkan pentingnya mengapresiasi karya-karya musisi legendaris yang telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan seni di Indonesia. Keduanya sepakat bahwa lagu-lagu yang diciptakan Gombloh, Leo Kristi, dan Franky Sahilatua pantas mendapatkan pengakuan lebih luas, bahkan dijadikan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah. Diskusi ini membuka wawasan peserta bahwa seni bisa menjadi alat pembelajaran yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan sejak dini.
Antusiasme peserta dan pengunjung begitu terasa. Jimmy, sebagai penggagas acara, menjelaskan bahwa kolaborasi antara seniman dan masyarakat lokal sangat penting untuk menciptakan ruang-ruang kreatif baru. Komunitas Koloni Tingkat Depok, yang mengelola kolong flyover, menjadi contoh nyata bahwa dengan niat baik, tempat yang terkesan kumuh sekalipun bisa diubah menjadi ruang seni yang produktif. Bagi Jimmy dan timnya, kolong jembatan bukanlah sekadar tempat alternatif, melainkan simbol perlawanan terhadap arus utama—mereka ingin menunjukkan bahwa seni dapat hidup di tempat mana pun, bahkan di tempat yang paling tidak terduga.
Acara ini juga dihadiri oleh Embie Chairul Noer, salah satu musikus dan komponis ternama Indonesia, yang memberikan apresiasi besar terhadap konsep acara ini. Embie mengenang pengalamannya bekerja sama dengan almarhum Franky Sahilatua dalam sebuah proyek film yang digarap Lukman Toro DS. Baginya, acara seperti ini menjadi bukti bahwa karya seni bisa mendobrak batasan ruang dan waktu. Ia menekankan bahwa seniman-seniman muda harus terus berkarya dengan semangat, sekaligus menghormati warisan dari para pendahulu yang telah membentuk identitas musik kebangsaan di Indonesia.
Pada puncak acara, Jimmy mengungkapkan bahwa “Nyanyian Kebangsaan” hanyalah satu dari rangkaian program tahunan Koloni Seniman Ngopi Semeja, yang puncaknya akan diselenggarakan pada 31 Desember 2023. Acara akhir tahun nanti juga akan diisi oleh berbagai kegiatan lain seperti lomba lukis, workshop teater, hingga orasi budaya tentang kecerdasan buatan. Semua ini dilakukan dengan semangat kebersamaan dan cinta terhadap tanah air, menciptakan ruang bagi seni untuk terus hidup dan berkembang di tengah masyarakat.
Dengan berakhirnya acara, sebuah pesan jelas tersampaikan: seni adalah milik semua orang. Melalui “Nyanyian Kebangsaan,” Koloni Seniman Ngopi Semeja membuktikan bahwa seni bisa hadir di mana saja, tanpa memandang batas-batas fisik. Di bawah kolong flyover yang biasanya dilalui kendaraan, kini lahir sebuah ruang baru bagi seni dan ekspresi, menunjukkan bahwa di tengah segala keterbatasan, kreativitas dan semangat kebangsaan selalu bisa menemukan jalan.
Nama Penulis: Adara Renala