Skema Program Kerja, Ruhamaben : Tangsel Bebas Macet

 

Ruhamaben dalam seminar Rama On Stage (Sumber : Instagram @rama.shinta.tangsel, Tatu Hudia [foto & edit] )

ABISATYA NEWSMenuju Pilkada serentak 27 November, Ruhamaben calon wali kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengadakan kampanye berupa seminar untuk menampung aspirasi warga.

Dengan ikut menempatkan diri sebagai warga, Ruhamaben merancang skema program kerja yang memperhatikan segala aspek kehidupan serta permasalahan yang masyarakat Tangsel rasakan. Mulai dari segi infrastruktur, lingkungan, hingga gaya hidup.

Menurut Ruhamaben, ketiga aspek itu saling berkaitan dalam menimbulkan permasalahan-permasalahan yang terjadi dan akan semakin bertambah. Mulai dari kemacetan, sampah, banjir hingga kurangnya lahan maupun tempat terbuka.

“Saya lahir, besar dan sampai saat ini tinggal di Tangsel. Sejak kecil, sudah beragam permasalahan saya kenal di kota pemekaran ini. Karena itu, melakukan perubahan Tangsel menjadi kota yang lebih baik lagi merupakan harapan besar saya,” tutur Ruhamaben.

Sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tangsel periode 2010-2014, Ruhamaben merasa pemerintah tidak menyelesaikan permasalahan kemacetan, “bukannya mengatasi atau pun menghilangkan kondisi kemacetan, tetapi malah menggeser lokasi ke titik lain.” Jelasnya.

Contohnya, menutup beberapa jalur putaran arah kendaraan di jalan Ir. H. Juanda. Lokasi kemacetan berpindah ke jalur putaran yang disisakan, tepatnya di depan Kompleks Dosen UI, bahkan mengakibatkan intensitas kendaraan lebih padat. Kondisi tersebut tidak bisa dihindari.

Karena itu, sebagai calon wali kota Ruhama berniat membuka banyak lahan  khususnya untuk pelebaran jalan agar kendaraan yang berniat putar balik tidak mengganggu jalur kendaraan lain. Ditambah, ia juga berniat copy-paste program fasilitas transportasi yang diadakan Anies Baswedan di Jakarta, yaitu pengadaan angkutan umum Jaklinko versi Tangsel.

Berbeda dengan Jakarta yang tiap jalan bisa lebih dari satu trayek angkutan umum, Ruhama berencana membuat satu trayek saja di setiap jalur. Alasannya, menjaga intensitas kepadatan jalan, agar jumlah armada angkot versi Tangsel yang akan ia buat tidak mengganggu jalan atau malah menjadi alasan baru penyebab kemacetan.

 

Kepadatan Lalu Lintas Jalan Ir. H. Juanda (Sumber foto : Tatu Hudia)

Kemacetan di berbagai Titik Lokasi

 Dilansir dari CNN Indonesia dan IQAir Per 2023, Tangerang Selatan menjadi kota yang memiliki kualitas udara terburuk di Indonesia melebihi Jakarta dan Palembang. Salah satu penyebab utama tercemarnya udara berasal dari asap kendaraan.

Bukan hanya kualitas udara yang menurun, padatnya kendaraan juga membuat lebih dari puluhan titik lokasi kemacetan banyak ditemukan di wilayah Tangsel. Hal ini dikutip dari Dinas Perhubungan (Dishub) Tangsel yang mencatat 37 lokasi kemacetan sepanjang Tahun 2023.

Selaku warga Pondok Aren, Shinta (40) sudah terbiasa menghadapi kemacetan di berbagai titik Lokasi jalan raya. Meskipun sudah puluhan tahun menjadi hal biasa yang ia rasakan setiap harinya, tetap ada rasa tidak nyaman. Apa lagi, efek polusi yang ditimbul dari kendaraan baginya tidak bisa dibiarkan.

“Setiap berangkat dan pulang kerja, saya selalu kena macet di jalan Ceger. Di sana, kan, banyak area pertokoan, banyak kendaraan pengunjung terparkir, ” jelas Shinta.

Menurut pengamatan Shinta, salah satu penyebab kemacetan yang terjadi di Pondok Aren karena lahan parkir yang kurang memadai. Banyak toko atau ruko yang dibangun di sepanjang jalan tidak menyisakan lahan yang cukup bagi tamu atau konsumen untuk memarkirkan kendaraan mereka.

Hal itu membuat Sebagian bahu jalan yang tidak terlalu luas dialih fungsikan menjadi lahan parkir, padahal area tersebut merupakan jalan raya yang dipakai untuk kendaraan melintas.

Maka dari itu, Shinta menyambut baik skema program kerja Ruhamaben dalam mengatasi kemacetan. Ia berharap, Tangsel bisa terbebas dari kepadatan kendaraan yang mengakibatkan kualitas udara semakin memburuk.

Kepala Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Tangsel Muslih juga berharap banyak dengan perubahan infrastruktur khususnya transportasi umum. Sebagai pengguna, ia merasa kesulitan mendapatkan transportasi umum ekonomis seperti angkot di lingkungannya.

“Ketika ingin pergi ke Ceger, tidak ada angkot yang memadai. Biasanya terpaksa memutar dulu ke Sudimara,” jelas Muslih.

Baginya, transportasi umum di Tangsel kurang baik dan tidak memadai. Muslih berharap Tangsel bisa seperti di Jakarta yang angkotnya sudah bagus, bersih bahkan gratis, “mungkin tidak bisa sebagus Jakarta, tetapi harapannya bisa mengikuti perkembangan,” tuturnya.


Penulis : Tatu Hudia

Post a Comment

Previous Post Next Post